Gowa, metro-pendidikan.comĀ — Salah satu Program 100 hari Bupati dan wakil Bupati Gowa adalah “Annangkasi”, sebuah program membersihkan lingkungan secara gotong royong. Sebuah harapan agar terciptanya daerah Kabupaten Gowa yang bersih dari sampah yang berserakan.
Terkait program tersebut, di Desa Panciro, salah satu problematika yang dihadapi adalah adanya kurang lebih 3 titik penumpukan sampah, yakni di samping Tugu Pahlawan Limbung Putra, jalan masuk ke Lingkungan Tacciri, Kelurahan Lembang Parang (Barombong) atau jalan samping Bengkel Honda Sakti Gowata Panciro dan di samping penjual buah (kurang lebih 50 meter seberang Gudang Logistik KPU) Gowa.
Tiga titik sampah ini cukup menumpuk, namun semua penumpukan sampah tersebut bukanlah sampah masyarakat Panciro, melainkan seluruhnya sampah kiriman dari luar daerah Panciro. Sebab sampah .asyarakat Panciro sudah tertangani pengambilan dan pengangkutannya oleh BUMDES Panciro melalui Unit Usaha Kebersihan dengan iuran yang telah ditetapkan kepada setiap warga setempat.
Lantas mengapa ada 3 titik tumpukan sampah di Panciro?. Pertama bahwa sampah jalan masuk ke Lingkungan Tacciri terjadi diduga dilakukan sebagian besar oleh masyarakat luar Panciro yang wilayah atau tempat tinggalnya di sebelah barat (bagian dalam Panciro). Apalagi secara administratif jumlah warga Panciro yg tinggal di bagian tersebut sangatlah sedikit, tidak sebanding dengan volume sampah yang menumpuk begitu banyak dalam waktu yang singkat.
Jalan tersebut sekaligus merupakan akses yang menghubungkan antara jalan poros Makassar Gowa dengan beberapa kelurahan/desa di bagian barat. Diduga sampah tersebut dibuang di lokasi tersebut karena gelap dan lahannya kosong.
Setiap terjadi ledakan penumpukan sampah, Pemerintah Desa bersama warga selalu bergotong royong membersihkan area tersebut dari tumpukan sampah dan memasangi baliho larangan membuang sampah, namun baliho dirobek dan sampah menumpuk kembali.
Kedua, sampah di Tugu Pahlawan Limbung Putra, tepat samping penjual Buah (Poros Panciro). Tumpukan Sampah di kedua titik tersebut adalah sampah irigasi yang dinaikkan oleh petugas irigasi ( Kementerian PU) dan tidak diangkut langsung, serta tidak berkoordinasi dengan pihak pemerintah setempat/terkait. Bahkan, sampah itu ditinggalkan dalam keadaan menumpuk selama berbulan-bulan.
Apalagi di irigasi samping Tugu Pahlawan tersebut memang ada jeruji besi yang dipasang oleh pihak petugas Irigasi untuk menahan sampah di titik tersebut. Sehingga semua sampah irigasi dari arah selatan bermuara di Panciro.
Tentu kita harus dukung kebersihan irigasi dari sampah dan menghindari banjir, Masalahnya adalah sampah hanya dinaikkan oleh mereka dan dibiarkan menumpuk di pinggir jalan sehingga mengundang sampah sampah lainnya dibuang di titik itu. Jika ada koordinasi dengan pemerintah desa setempat, tentu bisa siapkan armada untuk pengangkutannya apabila mereka tidak punya sarana berupa armada (truk).
Tumpukan sampah di beberapa titik tersebut menjadikan citra Desa Panciro sangat jorok dan identik dengan sampah. Namun, sampah tersebut bukanlah sampah masyarakatnya melainkan diduga sampah kiriman dari luar Desa Panciro.
Ini tidak boleh dibiarkan berlarut larut, butuh kerjasama dan koordinasi yang baik. Jika sebuah ungkapan yang diambil dari hadits “Kebersihan adalah sebagian dari Iman”, maka bagaimana keimanan orang yang membuang sampah bukan pada tempatnya? Dan bagaimana keimanan orang yang tidak abai dengan kebersihan?. **Asram Suhendra, ST, M.Ap (Pengamat Kebersihan & Bendahara KNPI Kabupaten Gowa).**