Luwu Utara, Metro-Pendidikan.com – Puluhan massa yang mengatasnamakan dirinya Aliansi Mahasiswa & Rakyat (AMARA) Rampi, menggelar aksi unjukrasa di Markas Polisi Resort Luwu Utara (Mapolres Lutra), Selasa 18 April 2023 pada pukul 14.00 Wita hingga pukul 15.30 Wita.
Massa aksi menggeruduk Mapolres Lutra itu, mendesak jajaran Polres Lutra untuk menghentikan aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Onondowa, Kecamatan Rampi, Kabupaten Lutra, Sulsel.
Dalam orasinya, Jenderal Lapangan (Jendlap) AMARA Rampi, Ramon Dasinga mengatakan, maraknya aktivitas PETI di Rampi harus segera dihentikan karena akan berdampak buruk bagi masyarakat adat setempat dan warga di sekitar lokasi tambang emas ilegal itu.
Menurut Ramon, ancaman pengrusakan dan pencemaran lingkungan yang dilakukan para penambang ilegal sangat rawan menimbulkan bencana alam seperti erosi, banjir bandang dan pencemaran ruang hidup manusia, serta makluk hidup di wilayah terdampak limbah beracun akibat zat kimia yang digunakan para pelaku illegal mining.
“Pasalnya, para pelaku PETI menggunakan alat berat excavator saat mencabik-cabik gunung Pehulenu’a di Rampi ketika menggali material yang mengandung logam emas. Dan mereka juga diduga kuat menggunakan zat kimia seperti Sianida (CN), Mercury (Hg) dan Kapur Tohor (HS) yang mencemari lingkungan dan mengancam habitat di sekitarnya,” teriak Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Pelajar Mahasiswa Rampi (PB IPMR) saat berorasi di depan Mapolres Lutra.
Sementara itu, Wakil Ketua Cabang Ikatan Pelajar Mahasiswa Seko (IPMS) Palopo, Karis Tibian dalam orasinya menyangkan sikap jajaran Polres Lutra yang terkesan melakukan pembiaran dan tidak menindak tegas para pelaku ilegal mining di Rampi.
“Kami sangat menyangkan sikap jajaran Polres Lutra yang terkesan melakukan pembiaran terhadap para pelaku tambang emas ilegal di Rampi. Padahal jarak antara Pos Polisi di Rampi jaraknya hanya sekitar satu kilometer dari lokasi tambang,” tegas Karis.
Kritik senada dilontarkan Ketua Cabang Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Palopo, Mikael Dope saat berorasi.
“Pertambangan emas tanpa izin di Kecamatan Rampi adalah pelanggaran hukum, polisi jangan diam dan tutup mata. Penambang ilegal di Rampi jelas-jelas telah melanggar Pasal 158 junto Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba,” kenapa polisi diam dan tutup mata melihat pelanggaran hukum tersebut, teriak Mikael dengan suara lantang.
Senada dengan orasi, Ketua Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Palopo, Ari Bela’.
Ia menegaskan bahwa pelaku PETI di Rampi bukan hanya melanggar Undang-Undang Pertambangan Minerba, tetapi juga melanggar Pasal 89 Ayat (1) junto Pasal 17 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan.
“Para pelaku PETI juga dapat dijerat dengan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 dan ke-2 KUHPidana,” jelas Ari dalam orasinya.
Berbeda dengan muatan orasi, Ketua Dewan Pengurus Cabang Serikat Rakyat Miskin Demokratik (DPC SRMD) Palopo, Yusran Kaho.
Aktivis kelahiran Rampi tersebut, saat berorasi lebih banyak meneriakkan tuntutan aksi mereka sebagaimana isi pernyataan sikap AMARA Rampi.
Yusran, mendesak Kasat Reskrim Polres Lutra untuk segera menghentikan dan menangkap, serta memproses hukum para pelaku PETI di Rampi.
Kritik pedas juga dilontarkan Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Pelajar Mahasiswa Seko (PP IPMS), Roni Gatti yang menuntut pencopotan Kapospol Rampi karena tidak becus menjalankan tupoksinya.
“Copot Kapospol Rampi yang tidak becus menjalankan tugas dan fungsinya selaku aparat penegak hukum. Ketidak becusan dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai Kapospol diduga kuat bahagian dari dampak persekongkolam jahat antara aparat penegak hukum dengan mafia tambang emas ilegal,” ketusnya.
Orasi yang juga tak kalah keras dan pedas dilontarkan Srikandi Ikatan Pelajar Mahasiswa Rampi (IPMR), Helmi Salua.
Helmi dalam orasinya, mendesak Kapolres Lutra untuk segera mengundurkan diri dari jabatannya karena dinilai gagal menegakkan supremasi hukum, khususnya membasmi mafia PETI di Kabupaten Lutra.
“Jika dalam tempo 7 x 24 jam jajaran Polres Lutra tidak menindaklanjuti tuntutan aksi kami, maka kami akan kemballi menggelar aksi besar-besaran di Mapolres Lutra dan Mapolda Sulsel,” warning Helmi.
Usai menggelar orasi di depan Mapolres Lutra, para perwakilan AMARA Rampi beraudiensi dengan Kapolres Lutra AKBP Galih Indragiri yang didampingi Wakapolres Lutra KOMPOL Rifai dan Kasatreskrim Polres Lutra AKP Joddy Titalepta di ruang Vitcom Mapolres Lutra.
Dalam pertemuan itu, AKBP Galih setelah mendengar tuntutan AMARA Rampi, pihaknya berjanji akan melakukan penegakan hukum terhadap para pelaku PETI di Rampi.
“Sebelumnya, kami sudah merencanakan untuk menghentikan aktivitas PETI di Rampi, dan akan memproses hukum siapa saja yang terlibat didalamnya. Namun karena saat ini, kita lagi menjalankan ibadah bulan suci Ramadhan atau sedang berpuasa, maka rencananya kami baru akan bergerak setelah Idul Fitri, mengingat lokasi PETI di Rampi sangat jauh dan akses kesana sangat sulit, kecuali naik pesawat yang biayanya lumayan mahal,” kata Kapolres Lutra kepada para perwakilan AMARA Rampi.
Insyah Allah, sambung Kapolres Lutra, setelah lebaran kami segera berupaya mewujudkan harapan adik-adik dan masyarakat Rampi. “Kami akan menghentikan aktivitas tambang emas ilegal di Rampi, dan memproses hukum para pelakunya,” janji AKBP Gali di depan perwakilan AMARA Rampi.
Untuk diketahui, AMARA Rampi merupakan gabungan dari sejumlah organisasi yakni, SRMD Palopo, PP IPMS, IPMS Cabang Palopo, PMKRI Cabang Palopo, GMKI Cabang Palopo dan PB IPMR.
Laporan : Yosias